Sebenarnya ini bukan pertama kalinya si mas ke Taman Mini Indonesia Indah, mengingat rombongan sekolah setiap tahun pasti ada jadwal ke Keong Mas, dan tahun kemaren sudah pernah juga janjian playdate dengan sepupu dan para oom oom lengkap dengan akung dan uthie.
Pagi ini uthie (mama mertuaku- yang dipanggil uthie oleh para cucu) tiba-tiba telepon dan menanyakan objek wisata anak-anak yang deket rumahku untuk ajak kakak Untsa dan Abang Rayya yang menginap di rumahnya sejak kemarin. Nah kalau tempat wisata selain Mall (bosen akut sama Mall) yang deket sini sih memang hanya Taman Mini (hanya berselang 2 pintu tol dengan waktu tempuh antara 15-20menit saja), maka jadilah siang-siang kita ber-7 (aku, mas banu, kakak ipar dan 2 anaknya serta uthie dan akung) sowan ke sana setelah makan siang di rumah.Tujuan kali ini adalah mengunjungi Musium Keprajuritan, Musium Reptilia dan naik kereta Titihan Samirono.
Sebagai informasi, tiket masuk Taman Mini Indonesia Indah reguler adalah Rp.10.000/orang, karena kita berkunjung di musim liburan maka tiket masuknya kena harga spesial, Rp.15.000/orang plus tiket mobil Rp.10.000.
Tujuan pertama : Musium Keprajuritan
Tiket masuk ke dalam musium ini murah saja, cukup Rp.2500/orang,
itupun hanya dewasa saja yang diwajibkan membeli tiket, anak-anak tidak
perlu. Tampak luar musium terlihat sangat megah dengan bangunan benteng
kokoh segi lima. Di halaman depan benteng terdapat danau buatan
dilengkapi dermaga mini yang terlihat
melambangkan tanah air Indonesia dengan kesibukan kemaritiman yang
dilengkapi dua kapal tradisional Phinisi
(Bugis) dan Banten (Jawa Barat). Berdasarkan informasi adanya kedua
kapal tersebut melambangkan kekuatan armada
maritim bangsa Indonesia di kawasan Barat dan Timur. Sayangnya
diorama-diorama bersejarah ini tidak difasilitasi dengan pencahayaan
memadai, kondisi ruangan yang remang-remang menjadikan kesan bosan bagi
pengunjungnya. Padahal wisata musium itu penting ya buat anak-anak,
andai saja diperbagus agar menarik, maka anak-anak pasti suka.
Di
lantai atas musium terdapat diorama pertahanan Bangsa Indonesia dengan
informasi beragam pakaian prajurit, senjata dari masing masing daerah
serta napak tilas bermacam pemberontakan besar ketika masih di jajah. Di
dalam musium juga disajikan diorama beragam formasi tempur berbagai
bentuk, mulai dari formasi kepiting, formasi gajah, dll.Di bagian
belakang musium terdapat patung pahlawan-pahlawan yang mengelilingi
sebuah aula untuk acara-acara khusus.
Tujuan kedua : Taman Reptilia & Museum Komodo
Sesuai dengan judulnya, Musium Komodo ini memiliki bangunan utama
berbentuk komodo raksasa. Tiket masuk Musium Komodo ini Rp.15.000/orang,
lebih mahal memang, tapi wajar yaa kurasa, karena buaya buaya itu kan
makanannya juga daging dan ayam utuh, wajar tiket masuknya lebih mahal
(sedikit) karena hewan-hewan tersebut perawatan dan makannya juga ngga
murah.
Di dalam bangunan komodo tersebut terdapat diorama
beragam hewan yang ada di Indonesia dengan setting hutan belantara,
jadi bukan hanya diorama komodo dan reptilia, tetapi ada banyak hewan
lainnya seperti kupu-kupu, harimau, beruang, dll.
Bagian luar Taman Reptilia & Musium Komodo terdapat
kandang-kandang beragam reptilia dan komodo. Diantaranya ada buaya
beberapa buaya besar, iguana, komodo, kadal, dll. Hewan-hewan di bagian
luar musium adalah hewan asli (bukan patung) termasuk buaya besar
(dengan panjang kita kira lebih dari 1,5m) yang hampir dikira patung
oleh si mas dan abang karena mangap tanpa gerak sedikitpun.
Hiiii.....lihat dari panjangnya buaya tersebut plus gigi-gigi yang terlihat super tajam jadi merinding sendiri.
Tujuan Terakhir : Naik Kereta Titihan Samirono
Kenapa
ini tujuan terakhir ? yahhh maklum...para bocil sudah terlihat agak
capek plus uthie yang sudah ngga kuat lagi jalan lama-lama, maka jadilah
acara naik kereta monorel ini sebagai penutup. Tiket naik kereta
Titihan Samirono Rp.30.000/orang, terbilang cukup mahal dengan kondisi
kereta yang bisa dibilang kurang perawatan. Sayang banget ya, padahal
banyak looo peminatnya.
Sebelum pulang si mas sempat berbisik kepingin mampir di Musium
Transportasi dan Dunia Air Tawar, tetapi berhubung kita pergi bersama,
maka kepentingan bersama lah yang harus diutamakan, yaitu pulang dan
istirahat, sambil berjanji 'Nanti yaa sayang, kita kesini lagi', ditamah
lagi ketika diajak kakak Untsa bilang sudah pernah ke kedua tempat itu.
Jadiiii...tunggu cerita kunjungan ke Taman Mini Indonesia Indah berikutnya yaa....
nb : dalam postingan ini jangan nyari foto yang ada akunya yaa pemirsa, karena ngga ada....jadi juru foto doang, ga bisa mejeng eksyen, gapapa lahhh sekali sekali ngga ngeksis :D
Beragam pengalaman yang mungkin bisa jadi referensi bagi orang lain, dan bisa diceritakan untuk anak cucuku nanti.
Senin, 29 Desember 2014
Minggu, 28 Desember 2014
Sentul Ecopark, Sentul City
Sepulang dari Bukit Air Resto menuju Jakarta kita pasti melewati Sentul, nah kesempatan yang lagi-lagi sayang dilewatkan (gatellll banget yahh emaknya pengen jalan-jalan terus). Permintaan langsung disetujui sang mantan pacar mengingat waktu Ashar yang juga sudah tiba. Sampai di kawasan Sentul kami langsung parkir menuju Masjid Andalusia, masjid besar yang ada dalam naungan Yayasan Tazkia yang dipimpin oleh M. Syafii Antonio.
Selepas sholat Ashar kami langsung menyebrang ke kantor pemasaran Sentul untuk menaiki jembatan penyebrangan menuju Sentul Ecopark dan Ah poong (sebenarnya tanpa lewat jembayan sih bisa ajaa, tapi gatel kepingin naik jembatannya). Sebelum menaiki jembatan di bagian luar kantor pemasaran juga terdapat beberapa patung besar, dan ada semacam bench (bangku panjang) yang unik.
Jembatan dari kantor pemasaran menuju Sentul Ecopark cukup panjang. Jembatan ini bersih dan nyaman, maka tidak heran banyak orang sibuk foto-foto bahkan lesehan di beberapa pojokan. Sampai di ujung jembatan sampailah kita di kawasan Sentul Ecopark, disni terdapat beberapa alat peraga yang mirip seperti Musium Iptek. Sayangnya ketika di sana kawasan tersebut cukup padat, alat-alat peraganya sulit dicoba bahkan difoto juga sulit karena banyak orang lalu lalang.Tidak jauh dari alat-alat peraga terdapat danau yang digunakan banyak orang bersantai di pinggirnya.
Sehabis memutari Sentul Ecopark lanjut nongkrong ceria (halah apasihh nongkrong ceria) di Ah Poong. Ngga makan lagi pemirsahh, karena perutnya masih kenyang makan di Bukit Air. Akhirnya kita bertiga hanya minum plus si mas makan es krim.
Dari Ah Poong menuju Masjid Andalusia kita melewati jembatan gantung. Nahhh...disinilah sebelnya (hmm...bukan sebel siih sebenernya, tapi takutt, eyke kan takut tinggi sama takut jembatan gantung). Nah pas naik jembatan yang panjang tadi kok ngga takut ? jawabannya takut sebenarnya, tapi di tutupin, so' cool jalan so' nyantai mengingat itu jembatan lebarr (tengsin kalo pegangan) dan ada mas banu, malu ahh sama anak. Jembatan gantung ini juga sebenarnya ditemui di Musium Keprajuritan waktu berkunjung ke Taman Mini Indonesia Indah (ngga diceritain di artikel itu) nah berhubung naik jembatan bareng para bocah (anakku dan ponakanku), tengsin doong kalo tantenya takut sementara anak-anak sekarang udah pada kayak jagoan, jadilah pegangan yang erat dannn senyummm. Trus naik pesawat ngga takut ? nah itulah anehnya, beberapa kali naik pesawat mah kalem aja, ngga takut atau parno sama ketinggian.
Akhirnya setelah sholat Magrib kita bertiga pulang dan beneran pulang langsung kali ini. Lama yaaa dari Ashar sampai Magrib ! nggak juga, karena Asharnya telat kok. Di kawasan Sentul sebenarnya ada beberapa objek lain seperti The Jungle (sudah pernah renang disini bareng sekolahan), Sentul Paradise Park dan Fishing Valley yang belum pernah didatengi. Next kunjungan deh.
Selepas sholat Ashar kami langsung menyebrang ke kantor pemasaran Sentul untuk menaiki jembatan penyebrangan menuju Sentul Ecopark dan Ah poong (sebenarnya tanpa lewat jembayan sih bisa ajaa, tapi gatel kepingin naik jembatannya). Sebelum menaiki jembatan di bagian luar kantor pemasaran juga terdapat beberapa patung besar, dan ada semacam bench (bangku panjang) yang unik.
ini loo bench nya, ada spiral-spiral gitu |
jembatannya, bersih ya ! |
Jembatan dari kantor pemasaran menuju Sentul Ecopark cukup panjang. Jembatan ini bersih dan nyaman, maka tidak heran banyak orang sibuk foto-foto bahkan lesehan di beberapa pojokan. Sampai di ujung jembatan sampailah kita di kawasan Sentul Ecopark, disni terdapat beberapa alat peraga yang mirip seperti Musium Iptek. Sayangnya ketika di sana kawasan tersebut cukup padat, alat-alat peraganya sulit dicoba bahkan difoto juga sulit karena banyak orang lalu lalang.Tidak jauh dari alat-alat peraga terdapat danau yang digunakan banyak orang bersantai di pinggirnya.
Robot Kaleng ! |
Sehabis memutari Sentul Ecopark lanjut nongkrong ceria (halah apasihh nongkrong ceria) di Ah Poong. Ngga makan lagi pemirsahh, karena perutnya masih kenyang makan di Bukit Air. Akhirnya kita bertiga hanya minum plus si mas makan es krim.
Dari Ah Poong menuju Masjid Andalusia kita melewati jembatan gantung. Nahhh...disinilah sebelnya (hmm...bukan sebel siih sebenernya, tapi takutt, eyke kan takut tinggi sama takut jembatan gantung). Nah pas naik jembatan yang panjang tadi kok ngga takut ? jawabannya takut sebenarnya, tapi di tutupin, so' cool jalan so' nyantai mengingat itu jembatan lebarr (tengsin kalo pegangan) dan ada mas banu, malu ahh sama anak. Jembatan gantung ini juga sebenarnya ditemui di Musium Keprajuritan waktu berkunjung ke Taman Mini Indonesia Indah (ngga diceritain di artikel itu) nah berhubung naik jembatan bareng para bocah (anakku dan ponakanku), tengsin doong kalo tantenya takut sementara anak-anak sekarang udah pada kayak jagoan, jadilah pegangan yang erat dannn senyummm. Trus naik pesawat ngga takut ? nah itulah anehnya, beberapa kali naik pesawat mah kalem aja, ngga takut atau parno sama ketinggian.
Akhirnya setelah sholat Magrib kita bertiga pulang dan beneran pulang langsung kali ini. Lama yaaa dari Ashar sampai Magrib ! nggak juga, karena Asharnya telat kok. Di kawasan Sentul sebenarnya ada beberapa objek lain seperti The Jungle (sudah pernah renang disini bareng sekolahan), Sentul Paradise Park dan Fishing Valley yang belum pernah didatengi. Next kunjungan deh.
Bukit Air Resto, Jauh tapiiii Nggak Nyesel
Sepulang kondangan saudara di daerah Parung, Bogor aku langsung cari ide tujuan selanjutnya. Sayang gitu looo udah menempuh perjalanan yang lumayan masak langsung pulang gitu aja. Teringat akan tulisan di sebuah blog (lupa euy blog nya siapa) ada restoran dengan view keren di daerah Ciomas, namanya Bukit Air Resto. Lanjut deh jemari melayang ke Google Maps dan Waze untuk menjadi pemandu. Sayangnya sinyal Waze di Redmi 1s ku ngga bersahabat (karena memang ngga punya pulsa) jadilah pakai Google Maps di ponsel yanda.
Dari lokasi kondangan di daerah Semplak menuju Ciomas dalam peta sih dibilang menempuh waktu sekitar 50 menit-an. Nurut mengikuti arahan maps ternyata jalanan yang dilalui adalah jalan sempit yang kira-kira hanya cukup 1 mobil, jadi kalau ada mobil harus minggir mepet belum lagi banyak motor parkir dan angkot ngetem. Jalan sempit (yang ternyata adalah jalan raya Ciomas) yang hanya layak untuk 1 mobil itu ternyata ngga pendek, panjangg booo....sampai akhirnya ditemukanlah Bukit Air Resto (Thank's to Google Maps). Fiuwh...jalan raya nya kecil yakk.
Cukup kaget juga dengan pemandangan parkiran di Bukit Air Resto, karena jalanan yang kita tempuh bukan terbilang jalan besar, tetapi di kawasan resto parkirannya penuh dengan mobil plat B yang dominan, plus tambahan saung yang penuh saat kita datang. Wiiwww....lokasi terpencil tapi rame yah.
Review soal lokasi, lokasi yang diciptakan Bukit Air Resto memang menyuguhkan pemandangan alam yang natural, dengan lokasi saung yang berpencar sampai ke bukit. Dengan background pemandangan Gunung Salak dan sawah menghijau plus suara gemericik air dari kolam memang terasa sangat menyejukkan. Dengan kondisi itulah maka tak heran penduduk Jakarta dengan minimnya 'warna hijau' rela jauh-jauh kesini (termasuk saya dong yaa). Sayangnya ketika disana passs hujan rintik rintik (yang agak deras) jadilah aku dan kedua pacarku (anak dan suami - red) ngendon di saung, padahal kepingin foto-foto dan mancing tuhh, tapi apalah daya.
Harga makanan yang ditawarkan di Bukit Air Resto juga terbilang terjangkau, dengan menu 'nyunda' dan rasa yang pas di lidah. Rasa masakannya istimewa ? nggak juga, PAS aja sii, kalau di rate yaaa 7,5 lahh, tertutup nilainya dengan poin lebih di pemandangan yang disajikan. Para pengunjung yang datang memang terlihat lahap makan, mungkin salah satu faktornya adalah karena jarak yang ditempuh cukup lumayan, dan rasa lapar memuncak ketika sampai disini. Seperti kondisi aku dan kedua pacar yang langsung menyantap habis makanan yang dipesan.
Tapi perlu diingat bahwa harga makanan yang tertera di menu belum termasuk PPN 10% yaa, dan ini yang menjadi masukkan saya untuk Bukit Air Resto untuk memasukkan pajak tersebut dalam harga yang tertera di menu, supaya ketika bayar ngga kaget, apalagi yang menyiapkan uang cash pas dengan menu yang dipesan (mengingat saat saya kesana sedang tidak bisa bayar dengan debit, sinyalnya error katanya) untung uang di dompet mencukupi.
Dari lokasi kondangan di daerah Semplak menuju Ciomas dalam peta sih dibilang menempuh waktu sekitar 50 menit-an. Nurut mengikuti arahan maps ternyata jalanan yang dilalui adalah jalan sempit yang kira-kira hanya cukup 1 mobil, jadi kalau ada mobil harus minggir mepet belum lagi banyak motor parkir dan angkot ngetem. Jalan sempit (yang ternyata adalah jalan raya Ciomas) yang hanya layak untuk 1 mobil itu ternyata ngga pendek, panjangg booo....sampai akhirnya ditemukanlah Bukit Air Resto (Thank's to Google Maps). Fiuwh...jalan raya nya kecil yakk.
Cukup kaget juga dengan pemandangan parkiran di Bukit Air Resto, karena jalanan yang kita tempuh bukan terbilang jalan besar, tetapi di kawasan resto parkirannya penuh dengan mobil plat B yang dominan, plus tambahan saung yang penuh saat kita datang. Wiiwww....lokasi terpencil tapi rame yah.
Review soal lokasi, lokasi yang diciptakan Bukit Air Resto memang menyuguhkan pemandangan alam yang natural, dengan lokasi saung yang berpencar sampai ke bukit. Dengan background pemandangan Gunung Salak dan sawah menghijau plus suara gemericik air dari kolam memang terasa sangat menyejukkan. Dengan kondisi itulah maka tak heran penduduk Jakarta dengan minimnya 'warna hijau' rela jauh-jauh kesini (termasuk saya dong yaa). Sayangnya ketika disana passs hujan rintik rintik (yang agak deras) jadilah aku dan kedua pacarku (anak dan suami - red) ngendon di saung, padahal kepingin foto-foto dan mancing tuhh, tapi apalah daya.
Harga makanan yang ditawarkan di Bukit Air Resto juga terbilang terjangkau, dengan menu 'nyunda' dan rasa yang pas di lidah. Rasa masakannya istimewa ? nggak juga, PAS aja sii, kalau di rate yaaa 7,5 lahh, tertutup nilainya dengan poin lebih di pemandangan yang disajikan. Para pengunjung yang datang memang terlihat lahap makan, mungkin salah satu faktornya adalah karena jarak yang ditempuh cukup lumayan, dan rasa lapar memuncak ketika sampai disini. Seperti kondisi aku dan kedua pacar yang langsung menyantap habis makanan yang dipesan.
foto dari web liburan anak |
Tapi perlu diingat bahwa harga makanan yang tertera di menu belum termasuk PPN 10% yaa, dan ini yang menjadi masukkan saya untuk Bukit Air Resto untuk memasukkan pajak tersebut dalam harga yang tertera di menu, supaya ketika bayar ngga kaget, apalagi yang menyiapkan uang cash pas dengan menu yang dipesan (mengingat saat saya kesana sedang tidak bisa bayar dengan debit, sinyalnya error katanya) untung uang di dompet mencukupi.
Sabtu, 13 Desember 2014
Floating Market, Lembang
Tulisan ini sebenarnya late post, karena aku dan banu menyusul yanda yang sedang meeting ke Lembang, Bandung akhir November kemarin. Singkat cerita ngga ada perencanaan sama sekali mau nyusul ke Lembang, bisa dibilang ini liburan dadakan. Nyetir mobil ke luar kota berduaan sama banu sebenarnya memang belum pernah sama sekali, paling jauh hanya jakarta dan sekitaran yang rasanya kalau macet sih waktu tempuhnya sama aja dengan ke Bandung. Mengingat ke Bandung tol nya masih terbilang asik (ketimbang ke pantura) dan feeling menyatakan berani, jadilah pulang sekolah si mas langsung jalan.
Karena aku dan mas banu jalan di hari kerja (kamis) dan di jam yang terbilang santay (jam 2 siang) maka terhindar deh dari yang namanya penyakit jalanan alias MACET. Ketemu sama macet hanya ketika perjalanan keluar tol Pasteur sampai Jl.Setiabudi, lanjut naik ke atas ke daerah Lembang bisa dibilang lancar. Kalau ditanya hapal jalanan Bandung si sebenernya nggak juga, tapi kalau sebatas dari keluar tol Pasteur ke Lembang toh hanya tinggal ikutin jalan dari Setiabudi kannn, masih masuk dalam ingatan lahhh.
Sampai di bandung sekitar Magrib dan sekitar jam 7 malem sudah sampai di Hotel Grand Lembang tempat yanda nginep. Sampai kamar hotel lanjut mandi, makan dan tidurrrr (mba sopirnya kecapean,wkwkwk).
Bangun pagi, langsung berpikir mau kemana hari ini sama si mas. Karena yanda akan seharian meeting jadi kalau hanya bunda aja (yang minim pengetahuan soal jalanan di Bandung) dan mas banu berdua yang jalan-jalan maka pilihannya eksplorasi sekitaran Lembang lalu turun ke bawah hanya sebatas sampai Cihampelas. Arah jalanan yang lain blasss...ga ngerti, cari aman daripada nyasar.
Karena hotelnya dekat dengan Floating Market, maka tempat itulah yang jadi tujuan nongkrong bunda dan banu sampai siang. Tahun kemaren ketika kita bertiga liburan di Lembang dan nginep di Sapu Lidi sebenernya ada keinginan mampir di Floating Market, tapi entah kenapa nggak jadi. Jam 9 ketika floating market baru buka aku dan si mas udah nyampe, hehe....mengungsikan mas banu daripada dia recokin yandanya yang lagi konsen depan laptop.
Walaupun baru buka, itu tempat udah rame aja, hanya rombongan besar yang menggunakan bis belum pada muncul. Jadwal operasional Floting Market :
Floating Market ini memang nggak salah jadi tujuan aku dan si mas buat nongkrong lama, karena tempatnya memang asik buat santay. Pemandangan hamparan danau yang luas dikelilingi area hijau dominan yang bersih dan tertata rapih memang bikin betah pengunjung. Sejuk, bersih dan banyak banget spot-spot tempat duduk yang bisa disinggahi. Nggak heran di setiap spot tempat duduk mas banu berhenti dan duduk sejenak, wewww...kapan nyampe ujungnya kl begini.
Di dalam floating market itu ada spot-spot jajanan mulai dari makanan khas sampai makanan modern yang dijajakan diatas perahu, inilah yang menjadi ciri khas floating market. Untuk belanja disini harus menggunakan koin khusus Floating market yang bisa ditukar di stand penukaran koin. Harga jajanan yang ditawarkan terbilang relatif, yaa...harga standard jajanan di tempat wisata lah yaaa (kebayang kann).
Di tempat jajanan si mas tertarik makan sosis dan gula-gula kapas, sementara aku beli satu porsi tutut (keong sawah bumbu pedas) dengan harga Rp.15.000/porsi. Hehe...harga seporsi tutut ini memang terbilang mahal, karena ketika berkunjung ke rumah sepupu di Soreang, Bandung harga tutut hanya 3.000/porsi. Namanya juga tempat wisata, ngga heran dong yaa.
Selain jajanan pada stand perahu, di dalam area Floating Market juga tersedia beberapa restoran makanan tradisional seperti lalapan, nasi liwet dll yang bisa dinikmati di saung-saung tengah sawah. Sayangnya ketika berada disana perut belum nagih makanan berat, jadi jajan di stand perahu saja rasanya sudah bikin perut penuh.
Floating Market juga mempunyai Rumah Kelinci dengan kelinci-kelinci gemuk agresif nan lucu yang mengejar pengunjung. Ini karena jarang dikasih makan atau type kelincinya begini semua ya?, karena ketika aku dan si mas masuk memegang wortel langsung diserbu kawanan kelinci, mas banu sampai lari-lari dikejar-kejar karena dia mau kasih makan ke kelinci yang lain.
Untuk bisa masuk ke taman kelinci pengunjung harus membeli tiket Rp.25.000/orang, tiket yang bisa dibilang mahal untuk sebuah taman kecil dan hanya diperbolehka mengambil 2 buah wortel saja tanpa bisa membeli wortel tambahan. Konsep taman kelinci yang terbuka dan transparant sebenarnya bisa dinikmati tanpa harus membeli tiket masuk, tapi si mas penasaran mau pegang dan kasih makan, jadi bundanya ngalah deh.
Selain Rumah Kelinci ada juga kolam dengan ikan koi besar-besar dan kandang bebek tidak jauh di dalamnya. Pengunjung bisa membeli makanan ikan dan pakan bebek di stand khusus menjual makanan hewan dengan harga Rp.5.000/kantong.
Ada juga bagian alat musik tradisional dalam Floating Market. Disini tersedia gamelan, gong dan angklung yang dipajang dan bisa dicoba langsung.
Floating Market juga menyediakan area outbound di tengah sawah yang bisa disewakan untuk rombongan.
Dan beberapa foto berikut adalah susasana di dalam Floating Market yang menyejukkan mata.
Sebenarnya masih banyak sarana lain dalam Floating Market seperti Taman Miniatur Kereta Api Mini dan sewa perahu yang memutari danau. Hanya saja ketika disana tidak keburu mengeksplorasi semua bagian dikarenakan hujan terus menerus sejak siang (padahal bawa payung tapi malah ditinggal di mobil karena PD pas nyampe masih terang matahari).
Last but not least inilah selfie an kita berdua saat duduk duduk di floating market.
Jadi, mau kemana liburan kali ini ?
Karena aku dan mas banu jalan di hari kerja (kamis) dan di jam yang terbilang santay (jam 2 siang) maka terhindar deh dari yang namanya penyakit jalanan alias MACET. Ketemu sama macet hanya ketika perjalanan keluar tol Pasteur sampai Jl.Setiabudi, lanjut naik ke atas ke daerah Lembang bisa dibilang lancar. Kalau ditanya hapal jalanan Bandung si sebenernya nggak juga, tapi kalau sebatas dari keluar tol Pasteur ke Lembang toh hanya tinggal ikutin jalan dari Setiabudi kannn, masih masuk dalam ingatan lahhh.
Sampai di bandung sekitar Magrib dan sekitar jam 7 malem sudah sampai di Hotel Grand Lembang tempat yanda nginep. Sampai kamar hotel lanjut mandi, makan dan tidurrrr (mba sopirnya kecapean,wkwkwk).
Bangun pagi, langsung berpikir mau kemana hari ini sama si mas. Karena yanda akan seharian meeting jadi kalau hanya bunda aja (yang minim pengetahuan soal jalanan di Bandung) dan mas banu berdua yang jalan-jalan maka pilihannya eksplorasi sekitaran Lembang lalu turun ke bawah hanya sebatas sampai Cihampelas. Arah jalanan yang lain blasss...ga ngerti, cari aman daripada nyasar.
Karena hotelnya dekat dengan Floating Market, maka tempat itulah yang jadi tujuan nongkrong bunda dan banu sampai siang. Tahun kemaren ketika kita bertiga liburan di Lembang dan nginep di Sapu Lidi sebenernya ada keinginan mampir di Floating Market, tapi entah kenapa nggak jadi. Jam 9 ketika floating market baru buka aku dan si mas udah nyampe, hehe....mengungsikan mas banu daripada dia recokin yandanya yang lagi konsen depan laptop.
Walaupun baru buka, itu tempat udah rame aja, hanya rombongan besar yang menggunakan bis belum pada muncul. Jadwal operasional Floting Market :
- Senin – Kamis : buka jam 09.00, tutup jam 17.00
- Jum’at – Sabtu : buka jam 09.00, tutup jam 20.00
- Minggu: buka jam 08.00, tutup jam 20.00
Floating Market ini memang nggak salah jadi tujuan aku dan si mas buat nongkrong lama, karena tempatnya memang asik buat santay. Pemandangan hamparan danau yang luas dikelilingi area hijau dominan yang bersih dan tertata rapih memang bikin betah pengunjung. Sejuk, bersih dan banyak banget spot-spot tempat duduk yang bisa disinggahi. Nggak heran di setiap spot tempat duduk mas banu berhenti dan duduk sejenak, wewww...kapan nyampe ujungnya kl begini.
Di dalam floating market itu ada spot-spot jajanan mulai dari makanan khas sampai makanan modern yang dijajakan diatas perahu, inilah yang menjadi ciri khas floating market. Untuk belanja disini harus menggunakan koin khusus Floating market yang bisa ditukar di stand penukaran koin. Harga jajanan yang ditawarkan terbilang relatif, yaa...harga standard jajanan di tempat wisata lah yaaa (kebayang kann).
Di tempat jajanan si mas tertarik makan sosis dan gula-gula kapas, sementara aku beli satu porsi tutut (keong sawah bumbu pedas) dengan harga Rp.15.000/porsi. Hehe...harga seporsi tutut ini memang terbilang mahal, karena ketika berkunjung ke rumah sepupu di Soreang, Bandung harga tutut hanya 3.000/porsi. Namanya juga tempat wisata, ngga heran dong yaa.
inilah yang namanya tutut |
ada saung tingkat yang bisa disewa untuk kumpul bersama dan makan keluarga besar |
Floating Market juga mempunyai Rumah Kelinci dengan kelinci-kelinci gemuk agresif nan lucu yang mengejar pengunjung. Ini karena jarang dikasih makan atau type kelincinya begini semua ya?, karena ketika aku dan si mas masuk memegang wortel langsung diserbu kawanan kelinci, mas banu sampai lari-lari dikejar-kejar karena dia mau kasih makan ke kelinci yang lain.
Untuk bisa masuk ke taman kelinci pengunjung harus membeli tiket Rp.25.000/orang, tiket yang bisa dibilang mahal untuk sebuah taman kecil dan hanya diperbolehka mengambil 2 buah wortel saja tanpa bisa membeli wortel tambahan. Konsep taman kelinci yang terbuka dan transparant sebenarnya bisa dinikmati tanpa harus membeli tiket masuk, tapi si mas penasaran mau pegang dan kasih makan, jadi bundanya ngalah deh.
Selain Rumah Kelinci ada juga kolam dengan ikan koi besar-besar dan kandang bebek tidak jauh di dalamnya. Pengunjung bisa membeli makanan ikan dan pakan bebek di stand khusus menjual makanan hewan dengan harga Rp.5.000/kantong.
Ada juga bagian alat musik tradisional dalam Floating Market. Disini tersedia gamelan, gong dan angklung yang dipajang dan bisa dicoba langsung.
Floating Market juga menyediakan area outbound di tengah sawah yang bisa disewakan untuk rombongan.
Dan beberapa foto berikut adalah susasana di dalam Floating Market yang menyejukkan mata.
Sebenarnya masih banyak sarana lain dalam Floating Market seperti Taman Miniatur Kereta Api Mini dan sewa perahu yang memutari danau. Hanya saja ketika disana tidak keburu mengeksplorasi semua bagian dikarenakan hujan terus menerus sejak siang (padahal bawa payung tapi malah ditinggal di mobil karena PD pas nyampe masih terang matahari).
Last but not least inilah selfie an kita berdua saat duduk duduk di floating market.
Jadi, mau kemana liburan kali ini ?
Langganan:
Postingan (Atom)