Cerita ini tentang kunjungan kami bertiga (saya, suami dan anak saya) ke Monumen Nasional atau Monas sekitar Agustus lalu. Keinginan mengunjungi monas memang sudah lama masuk ke list tempat wisata edukasi yang akan aku perkenalkan kepada si jagoan kecil yg mulai beranjak besar ini. Selain untuk edukasi anaknya, sebenarnya emak dan bapaknya juga sudah lama banget ngga menginjakkan kaki di kawasan monas. Lewatin sering, tapi cuma sekedar lewat.
Pemilihan hari kami berkunjung ke Monas adalah weekdays, hari Senin tepatnya. Mengingat setelah membaca ulasan dari beberapa referensi bahwa naik ke puncak monas memerlukan waktu antrian yang cukup lama, dan waktu yang diperlukan akan lebih banyak ketika weekend karena pengunjung yang lebih padat. Supaya goal menginjak puncak monas tersalurkan, maka kami berangkat pagi dari rumah, sama paginya ketika mereka berdua (suami dan anak saya) berangkat pagi menuju sekolah lanjut ke kantor.
Sampai di kawasan monas pengunjung diarahkan parkir di kawasan Lenggang Jakarta. Mungkin supaya mondar mandir pengunjung melalui para pedagang yang menjajakan makanan, minuman serta souvenir khas monas. Siapa tahu ada yang ingin dibeli untuk oleh oleh aau sekedar duduk membeli makanan atau minuman.
Ketika masuk gerbang kawasan monas kami langsung terharu (mungkin saya dan suami saya tepatnya yang terharu, karena sudah lama sekali tidak ke monas, kalau anak saya sih terkagum kagum melihat monas dari dekat). Kawasan monas ini bersih dan terawat banget looo (ya iyalahhh, icon Jakarta gitu looo). Pengunjung yang masuk bisa memilih berjalan kaki atau menunggu kereta wisata gratis yang disediakan untuk menuju cawan Monas. Kami memilih untuk naik kereta wisata, karena meskipun sampai disana masih terbilang pagi (jam setengah sepuluh an) tapi panas terik sudah menyerang.
|
Kereta Wisata Gratis menuju Cawan Monas |
|
Biaya Tiket masuk |
Tiket masuk terusan menuju cawan monas sekaligus naik ke puncak adalah Rp.4.000 untuk anak/pelajar, Rp.8.000 untuk Mahasiswa dan Rp. 15.000 untuk dewasa. Murah meriah yaa tiketnya. Setelah membayar tiket langsung diarahkan menuju terowongan basement yang menuju ke cawan monas bagian bawah yang merupakan halaman luar. Di halaman luar ini akan terlihat relief timbul sejarah Indonesia. Dikutip dari Wikipedia, relief ini berlanjut secara kronologis searah jarum jam yang menggambarkan masa penjajahan Belanda, perlawanan rakyat Indonesia dan pahlawan-pahlawan nasional Indonesia, terbentuknya organisasi modern yang memperjuangkan Indonesia Merdeka pada awal abad ke-20,Sumpah Pemuda, Pendudukan Jepang dan Perang Dunia II, proklamasi kemerdekaan Indonesia disusul Revolusi dan Perang kemerdekaan Republik Indonesia, hingga mencapai masa pembangunan Indonesia modern. Relief dan patung-patung ini dibuat dari semen dengan kerangka pipa atau logam.
|
Terowongan menuju halaman luar Monas |
Di bagian dasar monumen terdapat Museum Sejarah Nasional Indonesia, yaitu sebuah ruangan besar dengan kapasitas pengunjung sekitar 500 orang yang memajang diorama perjalanan sejarah Indonesia yang disusun searah jarum jam di keempat sisi dan di tengah ruangan. Anakku yang penggemar maket (kalau di mall ketemu maket perumahan atau gedung dia bisa berlama lama mengagumi di depannya) langsung tertarik melihat model model diorama.
|
Mengagumi diorama |
|
Museum Sejarah Nasional Indonesia |
Setelah mengitari diorama di Museum kami langsung menuju tangga untuk ke cawan dan antri menuju puncak Monas. Oh ya, sebagai informasi, di Monas tersedia beberapa spot untuk sholat dan juga toilet yang memadai. Jadiii jangan khawatir, fasilitas umum yang disediakan memadai dan terawat kok.
Seperti dugaan sebelumnya. menaiki lift menuju puncak Monas emang antri, bahkan di hari kerja seperti senin. Ketika disana kebetulan juga berbarengan dengan rombongan pramuka dari luar kota yang berkunjung ke Monas. Jadi antrian menggunakan lift yang hanya bisa mengangkut 11 orang ini memang cukup panjang. Alhamdulillah jagonku happy sama sekali tidak ngeluh karena dia menikmati setiap momentnya. Lift yang langsung menuju ke puncak monas di ketinggian 115 meter diatas permukaan tanah ini hanya menampung maksimal 50 orang, jadi sebisa mungkin jangan lama lama yaaa diatas, gantian dengan pengunjung lain.
|
Antrian lift menuju puncak Monas |
Sesampainya di puncak monas kita bisa melihat sekitar Monas dari 4 sisi dengan menggunakan teropong untuk menikmati panorama kota Jakarta. Sebagai informasi di puncak Monumen Nasional ini terdapat cawan yang menopang nyala lampu perunggu yang beratnya mencapai 14,5 ton dan dilapisi emas 35 Kilogram.
Dikutip dari sumber Wikipedia, lidah api ini sebagai simbol semangat perjuangan rakyat Indonesia yang ingin meraih kemerdekaan. Awalnya nyala api perunggu ini dilapisi lembaran emas seberat 35 kilogram, akan tetapi untuk menyambut perayaan setengah abad (50 tahun) kemerdekaan Indonesia pada tahun 1995, lembaran emas ini dilapis ulang sehingga mencapai berat 50 kilogram lembaran emas. Puncak tugu berupa "Api Nan Tak Kunjung Padam" bermakna agar Bangsa Indonesia senantiasa memiliki semangat yang menyala-nyala dalam berjuang dan tidak pernah surut atau padam sepanjang masa.
|
Melihat panorama Jakarta dari teropong di puncak Monas |
Setelah menikmati antrian kurang lebih setengah jam, ahirnya sampai juga kami di puncak monas. Si mas excited banget dan sibuk antri gantian dengan orang lain meneroponng panorama Jakarta dari semua teropong. Setelah puas kami pun antri menunggu lift yang turun dan mengakhiri petualangan di monas dengan minum air kelapa serta makan kerak telor di kawasan Lenggang Jakarta. Ngga lengkap kan yaa kalau ke Monas tapi ngga makan kerak telor.